Monday, 28 October 2013

SUMPAH PEMUDA


" Dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu"[Al-Anfal : 46].
“Berikan 10 orang pemuda dan aku akan mampu memindahkan sebuah gunung dan berikan aku 100 orang pemuda maka aku akan dapat menggerakkan dunia”,
Ir. Soekarno,
Rosulullah pernah bersabda “Perjuangan Aku didukung oleh pemuda, oleh sebab itu wasiat yang baik untuk mereka.”
Assalamumualikum sahabat, semoga di pagi yg cerah ini, membawa semangat menuju ke arah yg lebih baik..aamiin ..Sahabat, Masa muda adalah masa yang sangat penting & masa yang paling berharga. Generasi muda merupakan rahasia kekuatan suatu umat, tiangnya kebangkitan, kebanggaan & kemuliaan. Di atas pundak merekalah masa depan umat terpikul, karena pemuda memiliki keistimewaan tersendiri, baik dari segi keberanian, kecerdasan, semangat, mau dari kekuatan jasmaninya.
Sahabat hari ini kita peringati sebagai hari Sumpah Pemuda. Sumpah Pemuda bermakna sebagai salah satu pemersatu yang ampuh dalam upaya memperkokoh persatuan dan kesatuan Repuplik Indonesia tercinta ini, agar Indonesia tetap jaya..
Dalam proses perjalanannya bangsa ini tentu tidak terlepas dari perbedaan dan perpecahan, tapi tidak ada salahnya kalau kita mencari persamaan yang bisa kita untai besama menjadi kekuatan. Tanpa kebesamaan, kekuatan, persatuan dan persatuan rasanya sulit agar negeri ini kuat, tangguh, dan berdaya apalagi menghadapi percaturan global yang sering tidak menentu, sering kehilangan idealisme dan sering meruntuhkan sendi sendi bangsa dan akhirnya menjadikan negeri ini menjadi negeri yang tidak pernah bersyukur, tidak pernah bisa melihat betapa sebenarnya modal dasar dan sumber daya yang begitu besar tidak bisa dimaksimalkan sama sekali. Yang lebih memprihatinkan adalah justru negara lain yang telah mengacak acak dan memanfaatkan kelemahan kita yaitu negeri yang dulunya kokoh tapi kini rentan terhadap perpecahan dan disintegrasi bangsa.
Dalam Islam kita di tanamkan akan pentingnya persatuan, jangan berpecah belah,. Pererat silaturahmi. Sebab, perpecahan berarti merusak dan memecah kekuatan serta melahirkan kelemahan umat..All For one, One for All. BERSATU KITA TEGUH BERCERAI KITA RUNTUH. Pesatuan dan kesatuan akan menjadi pondasi yang kokoh, akan menjadi kekuatan baru dengan bahu membahu dan saling menghargai apapun karya nyata yang tentunya untuk saling mengisi dan saling memperbaiki diri. Sahabat kita lihat berita di tv masih sering terjadi tawuran antar pelajar tidak hanya SMP, SMA, bahkan mahasiswa menimbulakn kerusakan, banyak yang luka bahkan ada yg meninggal, tentunya hal itu sangat memperhatikan, kita semua berharap agar hal tersebut tidak terjadi lagi. mari kita rubah dengan melakukan kegiatan-kegiatan kreatif yg berdampak postif baik itu tuk diri sendiri maupun orang lain, bangsa dan negara yg kita cintai ini..
Sahabat, Mari kita jadikan Semangat hari sumpah pemuda sebagai momentum untuk terus menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Kita bangun bangsa kita dengan karya-karya anak bangsa. . Semoga bangsa dan rakyat ini aman, tentram, adil sejahtera dan makmur , gemah ripah loh jinawi..dan selalu ada dalam Rahmat, Berkah, Ridho serta lindungan Allah SWT.aamiin..
TETAP SEMANGAT DAN CETAK PRESTASI, Dream pray and Action...

Kita adalah umat yang dihitung dengan waktu. Umat yang satu menit saja, akan dievaluasi. Umat yang melihat bahwa siang dan malam akan memangkas umurnya.
Wahai generasi muda, manakala kamu mengetahui betapa berharganya waktu..
Wahai generasi penerus kalimat laa ilahailallah Muhammadun Rasulullah.. Wahai anak cucu generasi yang meninggikan la ilahailallah Muhammadun Rasulullah.. Apabila kamu mengetahui betapa mahalberharganya waktu, maka kamu akan berkarya. Kamu akan belajar dan kamu akan menjadi luhur. Sehingga, kita akan menjadi orang yang unggul di antara segenap umat dan bangsa lain. Kita akan menempati posisi dan rangking pertama.
Wahai umat yang penuh cinta dan cita-cita..
Wahai umat pemilik risalah yang kekal..
Wahai generasi kejayaan yang dinanti.. Sesungguhnya kami sangat menunggu peranmu! Sehingga umat ini bisa bangkit dari kubangan ketergelinciran. Sehingga mereka tersadar dari kelalaiannya dan kembali menuju kejayaannya yang gemilang. Kami menunggu kretifitas para creator. Kami menunggu ilmu dan buku-buku dari para penulis, para ulama dan juru dakwah yang senantiasa mengajak kepada kebangkitan yang besar dan kemajuan yang diidamkan.
Wasiat kepada pemuda dari Dr. A’idh Al-Qarni, M.A. :

UEFA Champions League Semifinal 2012



        CHELSEA VS BARCELONA

bertemu untuk kedua kalinya setelah sebelumnya di semifinal tahun 2009 Barcelona berhasil melaju ke final dengan beberapa keputusan 'Kontroversial' yang merugikan chelsea. well, itu 2009 dan itu telah berlalu. kegagalan adalah awal dari keberhasilan. 2012. Barcelona datang ke stamford bridge dengan kepercayaan diri tinggi dengan status juara bertahan. tampil menyerang sejak menit awal Barcelona kesulitan untuk menembus barisan belakang chelsea yang di komandoi oleh John Terry. keasikan menyerang membuat Barcelona kecolongan, satu menit sebelum laga usai Frank James Lampard berhasil merebut bola dari Lionel Messi dan langsung memberikan umpan lambung kepada Ramires kemudian bola mendatar yang diberikan oleh Ramires mampu di konfrontir menjadi gol oleh Didier Drogba. Halftime Chelsea 1-0 Barcelona. babak kedua Barcelona tampil lebih ngotot. beberapa peluang emas masih mampu di patahkan oleh barisan belakang chelsea. Fulltime. Chelsea 1-0 Barcelona.

Di leg kedua. di Camp Nou Barcelona berambisi membalas kekalahan 1-0 atas Chelsea di leg pertama . tampil lebih agresif Barcelona bisa unggul lewat gol dari Sergio Busquest di menit ke 35. tak berselang lama John Terry dikeluarkan oleh wasit karena melanggar Alexis Sanchez. tampil dengan 10 pemain membuat Chelsea makin kesulitan, alhasil Chelsea kembali kebobolan dimenit ke 43 Barcelona 2-0 Chelsea (2-1 on agregat). Ramires membungkam publik Camp Nou berkat aksinya yang mengelabui Victor Valdes, Bola di chip dan lansgung masuk kegawang. Barcelona 2-1 Chelsea (2-2 on agregat) luar biasa. gol yang luar biasa. di saat tim tertinggal 2 gol dan bermain dengan 10 pemain Ramires mampu membangkitkan semangat tim. Babak pertama usai Barcelona 2-1 Chelsea. Babak kedua dimulai Barcelona langsung tancap gas, serangan demi serangan dilancarkan dan dimenit ke 48 Didier Drogba menjatuhkan Fabregas di kotak penalti. Penalti diambil oleh pemain terbaik dunia Lionel Messi. namun apa yang terjadi? ya Messi gagal mengeksekusi bola dengan baik. Barcelona tak ada henti hentinya menggempur barisan belakang Chelsea, keasikan menyerang membuat Chelsea dapat mencuri gol lewat serangan balik yang diseleseikan dengan baik oleh Fernando Torres di penghujung laga. Barcelona 2-2 Chelsea (2-3 on agregat).

Fulltime. Barcelona 2-2 Chelsea (2-3 on agregat). Luar biasa. luarbiasa atas segala perjuangan , usaha , semangat , kerja keras tim. jika orang orang menilai Chelsea lolos hanya karena faktor keberuntungan itu sangat tidak adil. ini hasil kerja keras , doa dan usaha bukan hanya keberuntungan ataupun keajaiban.

"it's not a miracle or lucky but it come from their effort" itu bukan keajaiban atau keberuntungan tapi ini berasal dari usaha mereka.

Tuesday, 15 October 2013

CARA MAKAN RASULULLAH SAW


 Rupanya tanpa kita sadari, dalam makanan yang kita makan sehari-hari, kita tak boleh sembarangan.

Hal inilah penyebab terjadinya berbagai penyakit antara lain penyakit kencing manis, lumpuh, sakit jantung, keracunan makanan dan lain-lain penyakit. Apabila anda telah mengetahui ilmu ini, tolonglah ajarkan kepada yang lainnya.

Ini pun adalah diet Rasullulah SAW kita juga. Ustadz Abdullah Mahmood mengungkapkan, Rasullulah tak pernah sakit perut sepanjang hayatnya karena pandai menjaga makanannya sehari-hari. Insya Allah kalau anda ikut diet Rasullullah ini, Anda takkan menderita sakit perut ataupun keracunan makanan.

Jangan makan SUSU bersama DAGING
Jangan makan DAGING bersama IKAN
Jangan makan IKAN bersama SUSU
Jangan makan AYAM bersama SUSU
Jangan makan IKAN bersama TELUR
Jangan makan IKAN bersama DAUN SALAD
Jangan makan SUSU bersama CUKA
Jangan makan BUAH bersama SUSU (Contoh : KOKTEL)

CARA MAKAN :

* Jangan makan buah setelah makan nasi, sebaliknya makanlah buah terlebih dahulu, baru makan nasi.

* Tidur 1 jam setelah makan tengah hari.

* Jangan sesekali tinggal makan malam. Barang siapa yg tinggal makan malam dia akan dimakan usia dan kolesterol dalam badan akan berganda.

Nampak memang sulit.. tapi, kalau tak percaya… cobalah….. Pengaruhnya tidak dalam jangka pendek…. Akan berpengaruh bila kita sudah tua nanti.

* Dalam Al-Quran juga melarang kita makan makanan darat bercampur dengan makanan laut.
Nabi pernah mencegah kita makan ikan bersama susu. karena akan cepat mendapat penyakit. Ini terbukti oleh ilmuwan yang menemukan bahwa dalam daging ayam mengandung ion+ sedangkan dalam ikan mengandung ion-, jika dalam makanan kita ayam bercampur dengan ikan maka akanterjadi reaksi biokimia yang akan dapat merusak usus kita.

* Al-Quran Juga mengajarkan kita menjaga kesehatan spt membuat amalan antara lain:

1. Mandi Pagi sebelum subuh, sekurang kurangnya sejam sebelum matahari terbit. Air sejuk yang meresap kedalam badan dapat mengurangi penimbunan lemak. Kita boleh saksikan orang yang mandi pagi kebanyakan badan tak gemuk.

2. Rasulullah mengamalkan minum segelas air sejuk (bukan air es) setiap pagi. Mujarabnya Insya Allah jauh dari penyakit (susah mendapat sakit).

3. Waktu sembahyang subuh disunatkan kita bertafakur (yaitu sujud sekurang kurangnya semenit setelah membaca doa). Kita akan terhindar dari sakit kepala atau migrain. Ini terbukti oleh para ilmuwan yang membuat kajian kenapa dalam sehari perlu kita sujud. Ahli-ahli sains telah menemui beberapa milimeter ruang udara dalam saluran darah di kepala yg tidak dipenuhi darah. Dengan bersujud maka darah akan mengalir keruang tersebut.

4. Nabi juga mengajar kita makan dengan tangan dan bila habis hendaklah menjilat jari.

5. Begitu juga ahli saintis telah menemukan bahwa enzyme banyak terkandung di celah jari jari, yaitu 10 kali ganda terdapat dalam air liur. (enzyme sejenis alat percerna makanan).

Sabda nabi, Ilmu itu milik Allah, barang siapa menyebarkan ilmu demi kebaikan insya Allah Allah akan menggandakan 10 kali kepadanya

” Siapa yang mengerjakan kebaikan sebesar biji dzarah sekalipun, niscaya ia akan melihat balasannya ” (QS 99 : 7)

Tuesday, 8 October 2013

MANAQIB SULTHANUL AULIYA SAYYIDI SYAIKH ABDUL QADIR AL-JAILANI



Disadur dari Kitab Mawa’idz Asy-Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani Karya Syaikh Shalih Ahmad Asy-Syami

Sewaktu kecil , ada malaikat yang selalu datang kepadaku setiap hari dalam rupa pemuda tampan. Ia menemaniku ketika aku berjalan menuju madrasah dan membuat teman-temanku selalu mengutamakan diriku seharian hingga aku pulang. Dalam sehari, aku peroleh lebih banyak daripada yang diperoleh teman-teman sebayaku selama satu minggu.

Aku tak tak pernah mengenali pemuda itu. Di saat yang lain, ketika aku bertanya kepadanya, ia menjawab: “Aku adalah malaikat yang diutus Allah. Dia mengutusku untuk melindungimu selama engkau belajar.”

Itulah sepenggal kisah Syaikh Abdul Qadir al-Jailani tentang pengalamannya pada masa kecil.

Kelahiran Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani

Beliau lahir pada tahun 470 H. (1077-1078 M) di al-Jil (disebut juga Jailan dan Kilan), kini termasuk wilayah Iran. Tahun kelahirannya ini didasarkan atas ucapannya kepada putranya bahwa ia berusia 18 tahun ketika tiba di Baghdad, bertepatan dengan wafatnya seorang ulama terkenal , at-Tamimi, pada tahun 488 H.

Tahun itu juga bertepatan dengan keputusan Imam Abu Hamid al-Ghazali untuk meninggalkan tugasnya mengajar di Universitas Nidzamiah, Baghdad. Sang imam ternyata lebih memilih uzlah.


Penentuan Awal Ramadhan Melalui Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani saat Balitanya

Ibunya, Ummul Khair Fatimah binti Syaikh Abdullah Sumi, adalah keturunan Rasulullah Saw. Beliau pernah menuturkan: “Anakku , Abdul Qadir , lahir di bulan Ramadhan. Pada siang hari bulan Ramadhan, bayiku itu tak pernah mau diberi makan.”

Dikisahkan pada suatu Ramadhan ketika Abdul Qadir masih bayi, orang-orang tak dapat melihat hilal karena tertutup awan. Akhirnya untuk menentukan awal puasa, mereka mendatangi rumah Ummul Khair dan menanyakan apakah bayinya sudah makan hari itu. Saat mengetahui bayi itu tak mau makan, mereka yakin bahwa Ramadhan telah tiba.

Dalam kesempatan lain Syaikh Abdul Qadir al-Jailani bercerita: “Setiap kali terlintas keinginan untuk bermain bersama teman-temanku, aku selalu mendengar bisikan: “Jangan bermain, tetapi datanglah kepadaku wahai hamba yang dirahmati.” Karena takut, aku berlari ke dalam pelukan ibu. Kini, meskipun aku beribadah dan berkhalwat dengan khusyuk, aku tak pernah bisa mendengar suara itu sejelas dulu.”

Tauladan Kejujuran Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani

Ketika ditanya mengenai apa yang menghantarkannya kepada maqam ruhani yang tinggi, beliau menjawab: “Kejujuran yang pernah kujanjikan kepada ibuku.” Kemudian Syaikh Abdul Qadir al-Jailani menuturkan kisah berikut:

“Pada suatu pagi di hari raya Idul Adha, aku pergi ke ladang untuk membantu bertani. Ketika berjalan di belakang keledai, tiba-tiba hewan itu menoleh dan memandangku, lalu berkata: “Kau tercipta bukan untuk hal semacam ini.” Mendengar hewan itu berkata-kata, aku sangat ketakutan. Aku segera berlari pulang dan naik ke atap rumah. Ketika memandang ke depan, kulihat dengan jelas para jamaah haji sedang wukuf di Arafah.

Kudatangi ibuku dan memohon kepadanya: “Izinkanlah aku menempuh jalan kebenaran, biarkan aku pergi mencari ilmu bersama para bijak bestari dan orang-orang yang dekat dengan allah.”

Ketika ibuku menanyakan alasan keinginanku yang tiba-tiba, kuceritakan apa yang terjadi. Mendengar penuturanku, ia menangis dengan sedih. Namun, ia keluarkan delapan puluh keping emas, harta satu-satunya warisan ayahku. Ia sisihkan empat puluh keping untuk saudaraku. Empat puluh keping lainnya dijahitkannya di bagian lengan mantelku. Ia memberiku izin untuk pergi seraya berwasiat agar aku selalu bersikap jujur apapun yang terjadi.

Sebelum berpisah ibuku berkata: “Anakku, semoga Allah menjaga dan membimbingmu. Aku ikhlas melepas buah hatiku karena Allah. Aku sadar aku takkan bertemu lagi denganmu hingga hari kiamat.”

Aku ikut kafilah kecil menuju Baghdad. Baru saja meninggalkan kota Hamadan, sekelompok perampok, yang terdiri atas enam puluh orang berkuda, menghadang kami. Mereka merampas semua anggota kafilah. Salah seorang perampok mendekatiku dan bertanya: “Anak muda apa yang kau miliki?” Kukatakan bahwa aku punya empat puluh keping emas.

Ia bertanya lagi: “Di mana?” Kukatakan di bawah ketiakku.

Ia tertawa-tawa dan pergi meninggalkanku. Perampok lainnya menghampiriku dan menanyakan hal yang sama. Aku menjawab sejujurnya. Tetapi seperti kawannya, ia pun pergi sambil tertawa-tawa mengejek.

Kedua perampok itu mungkin melaporkanku kepada pimpinannya, karena tak lama kemudian pimpinan gerombolan itu memanggilku agar mendekati mereka yang sedang membagi-bagi hasil rampokan. Si pimpinan bertanya apakah aku memiliki harta. Kujawab bahwa aku punya empat puluh keping emas yang dijahitkan di bagian lengan mantelku.

Akhirnya ia menyobeknya dan ia temukan keping-keping emas itu. Keheranan, ia bertanya: “Mengapa engkau meberi tahu kami, padahal hartamu itu aman tersembunyi?”

Jawabku: “Aku harus berkata jujur karena telah berjanji kepada ibuku untuk selalu bersikap jujur.”

Mendengar jawabanku, pimpinan perampok itu tersungkur menangis. Ia berkata: “Aku ingat janjiku kepada Dia yang telah menciptakanku. Selama ini aku telah merampas harta orang dan membunuh. Betapa besar bencana yang akan menimpaku!?”

Anak buahnya yang menyaksikan kejadian itu berkata: “Kau memimpin kami dalam dosa. Kini, pimpinlah kami dalam taubat!”

Keenam puluh orang itu memegang tanganku dan bertaubat. Mereka adalah sekelompok pertama yang memegang tanganku dan mendapat ampunan atas dosa-dosa mereka.

Perjumpaan Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani dengan Nabi Khidhir di Baghdad

Syaikh Abdul Qadir al-Jailani berusia delapan belas tahun ketika tiba di Baghdad. Saat tiba di gerbang kota, Nabi Khidhir muncul dan melarangnya memasuki kota. Nabi Khidhir mengatakan bahwa Allah melarangnya memasuki kota itu selama enam tahun. Kemudian Nabi Khidhir membawanya ke sebuah bangunan tua dan berkata: “Tinggallah di sini dan jangan pergi meninggalkan tempat ini.”

Akhirnya beliau menetap di sana selama tiga tahun. Setiap tahun Nabi Khidhir datang dan memerintahkannya menetap di sana. Mengenai pengalamannya di tempat itu, Syaikh Abdul Qadir al-Jailani bercerita:

“Selama menetap di padang pasir di luar Bagdhad, semua yang kulihat hanyalah keindahan dunia. Semuanya menggodaku. Namun, Allah melindungiku dari godaannya. Setan, yang muncul dalam berbagai paras dan rupa, terus mendatangiku, menggoda, mengusik, bahkan menyerangku. Allah selalu menjadikanku sebagai pemenang.

Hawa nafsuku pun datang setiap hari dengan paras dan rupa diriku sendiri memohon agar aku sudi menjadi sahabatnya. Ketika kutolak, ia menyerangku. Allah menjadikanku sebagai pemenang dalam peperangan tanpa henti itu. Aku berhasil menjadikannya sebagai tawananku selama bertahun-tahun dan memaksanya tinggal di bangunan tua di padang pasir itu.

Selama beberapa tahun aku hanya makan rerumputan dan akar-akaran yang dapat kutemukan. Selama itu pula aku tak pernah minum. Tahun berikutnya aku hanya minum tanpa makan apa-apa. Dan tahun berikutnya aku tak makan, tak minum, bahkan tak tidur. Aku tinggal di bangunan tua istana raja-raja Persia di Karkh.

Aku berjalan bertelanjang kaki di atas duri-duri padang pasir dan tak merasakan apa-apa. Aku terus berjalan. Setiap kali kulihat tebing, aku merasa mendakinya. Tak sedikitpun kuberikan kesempatan kepada hawa nafsuku untuk beristirahat atau merasa nyaman.

Pada akhir tahun ketujuh, pada suatu malam, aku mendengar satu suara menyeru: “Hai Abdul Qadir kini kau dapat memasuki Baghdad.”

Akhirnya kumasuki kota Baghdad dan tinggal beberapa hari. Namun, aku tak tahan menyaksikan kemaksiatan, kesesatan dan kelicikan yang merajalela di kota itu. Agar terhindar dari pengaruh buruknya, aku pergi meninggalkan Baghdad dengan hanya membawa al-Quran.

Namun, ketika tiba di gerbang kota itu untuk kembali menyendiri di padang sahara, kudengar satu suara berbisik: “Ke mana kau akan pergi? Kembalilah. Kau harus menolong masyarakat.”

“Kenapa harus kupedulikan orang-orang bobrok itu? Aku harus melindungi imanku!” Seruku lantang.

“Kembalilah, dan jangan khawatirkan imanmu.” Bisikan suara itu terdengar lagi. “Tak ada sesuatu pun yang akan membahayakan dirimu.” Aku tak dapat melihat siapa gerangan yang berbicara itu.

Kemudian sesuatu terjadi atas diriku. Entah apa yang mendorongku, tiba-tiba aku bertafakur. Seharian aku berdoa kepada Allah semoga Dia berkenan membuka tabir dariku sehingga mengetahui apa yang harus aku lakukan.

Awal Mula Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani Belajar Tasawuf

Hari berikutnya, ketika aku mengembara di pinggiran kota Baghdad, di sekitar Mudzafariyah, seorang lelaki yang tak pernah kukenal sebelumnya, membuka pintu rumahnya dan memanggilku: “Hai Abdul Qadir.”

Ketika berada tepat di depan pintu rumahnya, ia berkata: “Katakan padaku apa yang kau minta kepada Allah. Apa yang kau doakan kemarin?”

Aku diam terpaku, tak dapat kutemukan jawabannya. Orang itu menatapku, lalu tiba-tiba membanting pintu dengan sangat keras sehingga debu-debu berterbangan dan mengotori nyaris seluruh tubuhku.

Aku pergi, sambil bertanya-tanya apa yang kupinta kepada Allah sehari sebelumnya. Aku berhasil mengingatnya, lalu kembali ke rumah itu untuk memberikan jawaban. Namun, rumah tadi tak dapat kutemukan, begitu pun orang itu. Rasa takut menyelubungiku. Pikirku, ia tentu orang yang dekat dengan Allah. Kelak , aku mengetahui bahwa orang itu adalah Syaikh Hammad ad-Dabbas, yang kemudian menjadi guruku.

Pada suatu malam yang dingin, di tengah guyuran hujan deras, tangan ghaib menuntun Syaikh Abdul Qadir al-Jailani ke padepokan tasawuf milik Syaikh Hammad bin Muslim ad-Dabbas. Pimpinan padepokan itu mengetahui kedatangan Syaikh Abdul Qadir al-Jailani melalui ilham. Syaikh Hammad memerintah agar pintu padepokan ditutup dan lampu dipadamkan.

Setibanya di depan pintu padepokan, Syaikh Abdul Qadir al-Jailani dilanda kantuk yang hebat dan langsung tertidur lelap. Dalam tidurnya beliau berhadats besar sehingga beliau pergi untuk mandi dan berwudhu di sungai. Usai bersuci kembali beliau tertidur dan berhadats lagi, hingga tujuh kali dalam semalam. Tujuh kali beliau mandi dan berwudhu dengan air yang nyaris membekukan tubuh.

Keesokan paginya, pintu padepokan dibuka dan beliau pun masuk ke dalamnya. Syaikh Hammad bangkit untuk mengucapkan salam kepada beliau. Dengan penuh suka cita, Syaikh Hammad memeluk beliau dan berkata: “Anakku, abdul Qadir, hari ini keberuntungan milik kami. Esok, engkaulah pemiliknya. Jangan pernah tinggalkan jalan ini.”

Syaikh Hammad menjadi guru pertama beliau dalam bidang tasawuf. Melalui tangan Syaikh Hammad itulah beliau bersumpah dan memasuki jalan thariqah. Mengenai hal ini, Syaikh Abdul Qadir al-Jailani bercerita:

“Aku belajar kepada banyak guru di Baghdad. Namun, setiap kali aku tak dapat memahami sesuatu atau ingin mengetahui suatu rahasia, Syaikh Hammad memberiku penjelasan. Kadangkal aku dimintanya mencari ilmu dari ulama lain, mengenai akidah, hadits, fiqih dan lain-lain. Setiap kali aku pulang ke padepokan, ia selalu bertanya: “Ke mana saja kau? Selama kepergianmu, kami mendapatkan begitu banyak makanan yang sangat lezat bagi tubuh, akal, serta jiwa dan tak sedikitpun yang kami sisakan untukmu.”

Di saat yang lain ia berkata: “Demi Allah, dari mana saja kau? Adakah orang lain di sini yang lebih tahu (alim) daripada engkau?”

Murid-muridnya mengusikku dengan mengatakan: “Kau adalah ahli fiqih, mahir menulis dan ahli ilmu. Mengapa kau tidak keluar saja dari sini!?”

Syaikh Hammad menegur dan menenangkan mereka: “Sungguh memalukan! Aku bersumpah, tak ada seorang pun diantara kalian yang lebih tinggi dari tumitnya. Jika kalian kira bahwa aku iri kepadanya (Syaikh Abdul Qadir al-Jailani) dan kalian mendukungku, ketahuilah bahwa aku justru akan mengujinya dan mengantarkannya kepada kesempurnaan. Ketahuilah, di alam ruhani, kedudukannya seperti batu sebesar gunung.”

Kesengsaraan Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani saat Belajar di Baghdad

Semasa belajar di Baghdad, Syaikh Abdul Qadir al-Jailani pernah mengalami masa penceklik. Semua orang merasa kesulitan, termasuk beliau. Mengenai hal ini, beliau menuturkan:

“Aku Cuma makan duri, kacang dan daun kubis yang ada di tepian sungai dan danau. Kesulitan lain tiba-tiba masih menyusul di Baghdad. Kesulitan itu yaitu melambungnya harga-harga. Ketika itu aku sampai tidak bisa makan apa-apa. Aku bahkan harus mencari sisa makanan yang bisa dimakan. Saking laparnya, aku lalu pergi ke danau. Aku berharap bisa menemui daun kubis, kacang atau apapun yang bisa dimakan.

Sayangnya, setiap kali aku pergi ke suatu tempat , pasti sudah ada orang yang sudah lebih dulu di sana. Ketika mendapati ada orang fakir yang ikut mencari makanan, aku langsung pergi. Aku malu. Aku kembali berjalan ke tengah kota.

Setiap menemukan satu biji-bijian, aku pasti keduluan. Aku terus mencari sampai aku tiba di suatu masjid yang ada di pasar Raihaniyin, Baghdad. Aku sudah terlalu lelah. Bahkan, untuk untuk memegang sesuatu saja aku sudah tidak mampu lagi. Aku lalu masuk ke dalam masjid . Aku duduk-duduk di sana.

Aku hampir mati saat itu. Untungnya ada seorang pemuda non Arab yang juga baru masuk ke masjid. Ia membawa kue lapis dan roti bakar. Ia duduk lalu makan roti yang dibawanya. Setiap kali pemuda itu hendak memasukkan makanan ke dalam mulut, mulutku seolah mengikuti gerak mulutnya seperti orang yang hendak memasukkan makanan. Itu aku lakukan karena terlalu lapar. Sebetulnya aku merasa aneh dengan apa yang aku lakukan. “Apa yang aku lakukan ini?” kataku dalam hati.

Sejurus kemudian, pemuda itu menengok ke arahku. Ia pun menawariku. Aku menolak. Dia lalu membagi makanannya untukku. Nafsukku terus menggoda, tetapi aku terus menolak. Ia pun membagi lagi. Akupun menerimanya. Aku lalu memakan makanan itu. Ia lalu menanyaiku: “Kamu dari mana? Namamu siapa?”

“Aku pelajar dari Jailan,” jawabku.

“Aku juga dari Jailan. Apakah kamu mengenal seorang pemuda dari Jailan yang bernama Abdul Qadir. Ia lebih dikenal dengan panggilan Abu Abdullah as-Sama’i az-Zahid,” kata pemuda itu

“Itu aku,” jawabku.

Mendengar jawabanku, pemuda itu kaget dan wajahnya langsung berubah. “Demi Allah, aku sudah sampai di Baghdad semenjak tiga hari yang lalu. Kemarin aku masih memiliki beberapa bekal. Aku sudah bertanya ke mana-mana tentang keberadaanmu, tetapi tidak ada yang membantuku. Akupun menghabiskan bekalku. Selama tiga hari, aku tidak menemukan apa yang bisa aku makankecuali yang kita makan ini. Padahal kematian sudah mengancamku. Aku pun memutuskan kue lapis dan roti bakar itu aku berikan padamu. Makanlah! Habiskan saja! Itu untukmu. Sekarang aku tamumu. Sebelumnya kamu memang tamuku.” Kata pemuda itu.

Aku bertanya padanya: “Apa itu?”

“Ibumu menitipkan delapan dinar untukmu, aku pakai sebagian untuk membeli roti ini karena terpaksa. Aku benar-benar minta maaf padamu.”

Mendengar itu, aku pun menenangkannya. Aku memuji pemuda itu. Aku pun menyerahkan sisa makanan dan sedikit emas. Dia pun menerimanya lalu pergi.

Syaikh Abdul Qadir al-Jailani baru sadar bahwa ibunya selalu mengirimi beliau sejumlah uang. Sebagiannya sampai kepada beliau, dan sebagian lagi tidak sampai. Baghdad teralu besar dan luas. Beliau tidak mungkin mengetahui hal serumit itu sebelumnya.

Baju Kesufian Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani

Syaikh Abdul Qadir al-Jailani tampil sebagai contoh penting yang menunjukkan bahwa mencari ilmu merupakan kewajiban suci setiap muslim dan muslimat, dari buain hingga liang lahat. Beliau mengungguli sufi terbesar pada zamannya. Beliau hafal al-Quran dan belajar tafsir kepada Syaikh Ali Abul Wafa al-Qail, Abul Khattab Mahfudz dan Abul Hasan Muhammad al-Qadhi.

Menurut sebagian sumber, beliau belajar kepada Qadhi Abu Sa’id al-Mubarak bin Ali al-Muharami, ulama besar pada zamannya di Baghdad. Meski Syaikh Abdul Qadir al-Jailani belajar tasawuf dari Syaikh Hammad ad-Dabbas dan memasuki jalan thariqah melaluinya, namun beliau juga dianugerahi jubah darwis, simbol jubah Nabi Saw. dari Qadhi Abu Sa’id melalui jalur Syaikh Abul Hasan Ali Muhammad al-Qurasyi dari Abul Faraj at-Tarsusi dari at-Tamimi dari Syaikh Abubakar asy-Syibli dari Abu Qasim dari Sari as-Saqati dari Ma’ruf al-Karkhi dari Dawud ath-Tha’I dari Habib al-A’dzami dari Hasan al-Bashri hingga sampai kepada Sayyidina Ali Bin abu Thalib Ra. Sayyidina Ali menerima jubah pengabdian dari Nabi Muhammad Saw. kekasih Allah semesta alam, yang menerimanya dari Jibril dan ia menerimanya dari Yang Maha Besar Allah Swt.

Suatu hari, seorang bertanya kepada Syaikh Abdul Qadir al-Jailani tentang apa yang diperolehnya dari Allah Swt. Beliau menjawab: “Ilmu dan akhlak mulia.”

Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani Disuwuk oleh Rasulullah Saw. dan Sayyidina Ali saat Kesulitan di Awal Mengajar

Qadhi Abu Sa’id al-Muharrami mengajar di madrasahnya di Bab al-Azj, Baghdad. Kemudian ia serahkan madrasah itu kepada Syaikh Abdul Qadir al-Jailani, yang telah menjadi pengajar di sana. Ketika itu, Syaikh Abdul Qadir al-Jailani berusia lima puluh tahun. Ucapan beliau sangat fasih dan dahsyat, mampu memengaruhi siapa saja yang mendengarnya. Murid-murid dan jamaahnya bertambah pesat. Dalam waktu yang sangat singkat, tak ada lagi tempat di madrasah itu untuk menampung mereka. Syaikh Abdul Qadir al-Jailani bercerita tentang saat-saat pertama pengajarannya:

“Suatu pagi aku bertemu Rasulullah Saw. yang bertanya kepadaku: “Mengapa kau diam saja?”

Aku menjawab: “Aku orang Persia, bagaimana aku dapat berbahasa Arab dengan fasih di Baghdad?”

“Bukalah mulutmu,” ujar Rasulullah Saw.

Aku menuruti perintahnya. Kemudian Rasulullah Saw. meniup (meludahi) mulutku tujuh kali dan berkata: “Berdakwahlah dan ajak mereka ke jalan Allah dengan hikmah dan kata-kata yang baik.”

Lalu aku shalat Dzuhur dan beranjak menemui orang-orang yang telah menantikan ceramahku. Saat melihat mereka, aku gugup. Lidahku menjadi kelu. Tiba-tiba aku melihat Imam Ali mendekatiku dan memintaku membuka mulut. Lalu ia meniupkan napasnya ke mulutku sebanyak enam kali. Aku bertanya: “Mengapa tidak tujuh kali seperti yang dilakukan Rasulullah?”

“Karena aku menghormati Rasulullah,” ujar Imam Ali, dan ia berlalu.

Seketika itu pula meluncur kata-kata yang sangat lancar dari mulutku: “Akal adalah penyelam, yang menyelami samudera hati untuk menemukan mutiara hikmah. Jika ia membawanya ke tepian wujudnya, ia akan memicu pengucapan kata. Dan dengan itu ia membeli mutiara ibadah dan pengabdian kepada Allah.”

Lalu kukatakan: “Pada suatu malam seperti malam-malam yang kualami, jika diantara kalian mampu menaklukkan birahinya, kematian akan menjadi sangat indah. Sehingga baginya, tak ada sesuatupun yang dapat menandingi keindahannya.”

Sejak saat itu dan seterusnya, baik ketika terjaga maupun terlelap, aku senantiasa menjalankan kewajibanku sebagai pengajar. Ada banyak ilmu keimananan dan agama dalam diriku. Ketika aku tak membicarakan atau melafalkannya, aku merasa ilmu-ilmu meluncur dengan sendirinya. Saat mulai mengajar. Hanya ada beberapa murid yang mendengarkanku. Namun tak lama kemudian, mereka bertambah hingga tujuh puluh ribu orang.

Perluasan Madrasah Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani

Madrasah dan pondok beliau tak lagi mampu menampung para pengikut beliau. Dibutuhkan tempat yang lebih luas. Orang kaya dan miskin membantu mendirikan bangunan. Orang kaya membantu dengan harta dan orang miskin membantu dengan tenaganya. Bahkan kaum wanita di Baghdad pun membantu.

Seorang wanita muda yang bekerja secara suka rela memperkenalkan suaminya yang enggan bergotong-royong kepada Syaikh Abdul Qadir al-Jailani. “Ini suamiku. Aku telah menerima mahar darinya sebanyak dua puluh keping emas, separuhnya akan kuberikan kembali kepadanya dan separuh lagi akan kubayarkan jika ia ikut bekerja di sini.” Kata wanita itu.

Lalu keping emas itu ia serahkan kepada Syaikh Abdul Qadir al-Jailani, dan laki-laki itupun mulai bekerja. Ia pun terus bekerja meskipun jatah maharnya telah habis. Kendati demikian, Syaikh Abdul Qadir al-Jailani tetap membayarnya karena beliau tahu bahwa ia miskin.

Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani Menjadi Pemuka Agama yang Paling Mumpuni dan Disegani

Syaikh Abdul Qadir al-Jailani adalah ulama dan imam dalam ilmu-ilmu agama, kalam dan fiqih, serta tokoh terkemuka Madzhab Syafi’i dan Hanbali. Keberadaan beliau memberi manfaat yang sangat besar bagi semua orang. Doa dan kutukannya selalu dikabulkan. Beliau memiliki banyak keistimewaan. Beliau adalah manusia sempurna yang selalu mengingat Allah, bertafakur, merenung serta belajar dan mengajar.

Hati beliau lembut, perilaku beliau santun, dan paras beliau senantiasa tampak ceria. Beliau juga selalu bersimpati dan memelihara perilaku yang mulia. Di mata orang-orang, beliau tampil sebagai sosok yang berwibawa, dermawan dan gemar memberi bantuan berupa uang, nasehat, maupun ilmu. Beliau menyanyangi sesama, terutama kaum mukmin yang taat dan selalu beribadah kepada Allah.

Penampilan beliau selalu terjaga sehingga nampak tampan dan necis. Beliau tak suka berbicara berlebihan. Jika bicara, meski cepat, setiap kata maupun suku kata beliau terdengar jelas. Bicara beliau santun dan hanya yang diucapkan hanya kebenaran. Beliau sampaikan kebenaran dengan lantang dan tegas. Beliau tak peduli apakah orang lain akan memuji, mencela, mengkritik atau bahkan memaki beliau.

Ketika Khalifah al-Muqtafi mengangkat Yahya bin Sa’id sebagai Qadhi (kepala pengadilan), Syaikh Abdul Qadir al-Jailani mengkritiknya di hadapan khalayak: “Kau telah mengangkat orang yang sangat dzalim sebagai hakim atas kaum mukmin. Mari kita saksikan apa pembelaanmu ketika kau dihadapkan kepada Hakim Agung, Tuhan Semesta Alam.”

Mendengar kritikan pedas itu khalifah gemetar dan menangis . Ia segera memecat qadhi itu.

Saat itu, penduduk Baghdad mengalami kemerosotan moral dan perilaku. Berkat kehadiran Syaikh Abdul Qadir al-Jailani, banyak penduduk yang benar-benar bertaubat, menjaga perilaku dan menjalankan syariat Islam dengan baik.

Orang-orang pun semakin mencintai dan menghormati Syaikh Abdul Qadir al-Jailani. Pengaruh beliau semakin meluas. Orang shaleh mencintai beliau dan para pelaku maksiat takut kepada beliau. Banyak orang, termasuk raja, menteri dan kaum bijak bestari, datang meminta nasehat beliau. Banyak kaum Yahudi dan Kristen yang masuk Islam karena beliau.

Pendeta yang Meragukan Mi’raj Rasulullah Saw. Dengan Ruh dan Jasadnya

Ada seorang pendeta yang sangat bijak dan berpengaruh di Baghdad yang memilki banyak pengikut. ia memiliki pengetahuan yang luas tidak hanya mengetahui tradisi Yahudi dan Kristen, tetapi juga mengenai Islam. Ia pun mengetahui kitab suci al-Quran dan sangat menghargai Nabi Muhammad Saw. Khalifah sangat menghormatinya dan berharap ia dan pengikutnya masuk Islam. sebenarnya, pendeta itu ingin masuk Islam. Hanya saja, ia masih meragukan bahwa Mi’raj Nabi Muhammad Saw. terjadi berikut raganya.

Mi’raj itu terjadi ketika Nabi Saw. diperjalankan dari Makkah ke Yerusalem dengan jasad dan ruh beliau. Kemudian naik ke tujuh lapis langit serta menyaksikan banyak hal. Beliau Saw. melihat surga dan neraka, lalu bertemu dengan Allah Swt. yang menyampaikan sembilan ribu kata. Saat pulang dari perjalanan itu, kasur Nabi Saw. belum mendingin dan daun yang tersentuh dalam perjalanan belum berhenti bergoyang.

Akal sang pendeta tidak menerima peristiwa Mi’raj itu dan segala yang disampaikan Nabi Saw. sepulang dari perjalanan itu. Bahkan, sesungguhnya banyak kaum Muslimin ketika itu yang tidak mempercayai penjelasan Nabi Saw., dan menjadi murtad. Peristiwa itu benar-benar menjadi ujian yang sangat berat bagi keimanan kaum Muslimin. Karena akal tidak dapat menerima fenomena serupa itu.

Khalifah mengundang para bijak bestari dan para syaikh untuk menyakinkan si pendeta. Namun tak ada satupun yang mampu. Kemudian pada suatu sore, ia memohon kepada Syaikh Abdul Qadir al-Jailani untuk menyakinkan si pendeta mengenai kebenaran Mi’raj Nabi Saw.

Ketika Syaikh Abdul Qadir al-Jailani datang ke istana, si pendeta dan khalifah tengah bermain catur. Saat pendeta mengangkat sebuah bidak catur, tiba-tiba matanya beradu pandang dengan Syaikh Abdul Qadir al-Jailani. Si pendeta memejamkan matanya. Ketika membuka mata, tiba-tiba ia berada di sebuah sungai dan dihanyutkan oleh alirannya yang deras. Ia berteriak minta tolong.

Seorang penggembala pemuda lompat ke sungai menyelamatkannya. Ketika pemuda itu memeluknya, ia sadar bahwa ia tidak berpakaian dan dirinya telah berubah menjadi seorang gadis. Si penggembala menariknya keluar dan serta-merta menanyakan keluarga dan rumahnya.

Ketika gadis itu (pendeta) menyebutkan Baghdad, si penggembala itu mengatakan bahwa butuh waktu berbulan-bulan untuk sampai ke sana. Si penggembala menghormati, menjaga dan melindunginya. Namun karena tak ada tempat yang ditujunya, si penggembala menikahinya. Dari pernikahan itu mereka memiliki tiga orang anak.

Suatu hari, saat si istri mencuci pakaian di sungai yang menghanyutkannya beberapa tahun silam, ia tergelincir dan jatuh ke air. Ketika sadar dan membuka mata, ia dapati dirinya duduk di hadapan khalifah, memegang bidak catur dan masih bertatap pandang dengan Syaikh Abdul Qadir al-Jailani. Lalu Syaikh Abdul Qadir al-Jailani berujar kepadanya: “Hai pendeta yang malang, apakah saat ini kau masih enggan mengakui?”

Si pendeta yang masih ragu dan menganggap apa yang dialaminya itu hanyalah mimpi, menjawab: “Apa yang kau maksudkan?”

“Apakah engkau ingin berjumpa dengan anak dan suamimu?” Tanya Syaikh Abdul Qadir al-Jailani seraya membuka pintu.

Di depan pintu istana itu telah berdiri si penggembala dengan tiga orang anaknya. Mengalami runtutan kejadian itu, si pendeta langsung menyatakan keimanan dan mengakui kebenaran Mi’raj Nabi Saw. Ia dan jamaahnya yang berjumlah sekitar lima ribu orang masuk Islam melalui Syaikh Abdul Qadir al-Jailani.

Allah Mencatat Tidak Akan Murka kepada Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani

Meskipun dikenal orang yang lembut, santun dan penyanyang, dan selalu menepati janji jika berurusan dengan keadilan, Syaikh Abdul Qadir al-Jailani bersikap tegas. Beliau tak pernah marah jika orang lain memperlakukan beliau dengan buruk. Namun, jika mereka mengusik agama dan keimanan, beliau akan sangat marah dan segera menimpakan hukuman yang berat.

Seorang syaikh kala itu, Abu Najib as-Suhrawardi, menceritakan:

“Pada tahun 523 H, dalam sebuah majelis yang dihadiri oleh Syaikh Hammad, guru Syaikh Abdul Qadir al-Jailani, Syaikh Abdul Qadir al-Jailani mengucapkan suatu pernyataan besar. Saat itu juga Syaikh Hammad menegur beliau: “Hai Abdul Qadir, kau berbicara terlalu lancing. Aku takut murka Allah akan menimpamu.”

Lalu Syaikh Abdul Qadir al-Jailani menempelkan telapak tangan beliau ke dada Syaikh Hammad: “Lihatlah telapak tanganku dengan mata hatimu. Dan katakan tulisan yang terbaca di sana.”

Ketika Syaikh Hammad tak dapat menjawab, Syaikh Abdul Qadir al-Jailani mengangkat tangannya lalu menunjukkan kepada Syaikh Hammad. Di sana nampak tulisan yang sangat jelas: “Ia (Syaikh Abdul Qadir al-Jailani) telah menerima tujuh puluh janji dari Allah bahwa ia tidak akan dimurkai.”

Manyaksikan itu, Syaikh Hammad berkata: “Takkan ada sedikitpun keburukan atas orang yang dikaruniai janji itu dari Allah. Tak seorang pun kesal kepadanya. Allah merahmati siapa saja yang dikehendakiNya diantara hamba-hambaNya.”

Para Pengikut Syaikh Abdul Qadir al-Jailani Semua Mati dalam Keadaan Bertaubat

Dalam riwayat lain, Syaikh Abdul Qadir al-Jailani mengatakan: “Tidak ada seorang pun pengikutku yang mati sebelum bertaubat. Mereka mati sebagai hamba yang beriman kepada Allah. Setiap satu orang pengikutku yang shaleh akan menyelamatkan tujuh orang saudaranya yang berdosa di api neraka. Seandainya ada aib salah seorang pengikutku, yang berada di bagian paling barat dunia, yang akan disingkapkan secara semena-mena, maka kami, meski berada di bagian paling timur dunia, akan menutupinya sebelum diketahui siapapun.”

“Aku dikarunia kitab. Tidak semua orang dapat melihatnya. Dalam kitab itu tercantum nama para pengikutku hingga hari kiamat. Dengan rahmat Allah akan kami selamatkan mereka. Beruntunglah orang yang pernah bertemu denganku. Aku prihatin kepada orang-orang yang tidak akan bertemu denganku.”

Semua orang yang dekat dengan beliau selalu merasakan ketenangan dan kebahagiaan. Seseorang pernah bertanya kepada beliau: “Kami tahu keadaan para pengikutmu yang shaleh dan apa yang telah disediakan bagi mereka di hari kiamat. Namun, bagaimana dengan pengikutmu yang berbuat maksiat?”

Syaikh Abdul Qadir al-Jailani menjawab: “Para pengikutku yang shaleh setia kepadaku. Dan aku setia untuk menyelamatkan mereka yang berbuat maksiat.”

Seorang wanita muda pengikut Syaikh Abdul Qadir al-Jailani tinggal di Ceylon, suatu hari ketika melintas di tempat yang sepi, seorang laki-laki mencegat dan bermaksud memperkosanya. Dalam keadaan tak berdaya, wanita muda berteriak: “Wahai Syaikh Abdul Qadir al-Jailani guruku tolonglah aku!”

Ketika itu di Baghdad, Syaikh Abdul Qadir al-Jailani sedang berwudhu. Orang-orang melihat beliau menghentikan wudhunya dan dengan marah beliaupun mencopot sandalnya lalu melemparkannya ke udara. Mereka tak melihat jatuhnya sandal itu. Ternyata sandal itu mengenai kepala si lelaki yang tengah menganiaya gadis itu dan menewaskannya. Konon, sandal itu kini masih ada di sana dan dijaga sebagai benda suci.

Sahl bin Abdullah at-Tustari meriwayatkan bahwa, pada suatu hari para pengikut Syaikh Abdul Qadir al-Jailani di Baghdad mencari-cari guru mereka. Ke mana-mana mereka mencari namun tak juga diketemukan. Ketika seseorang mengatakan bahwa Syaikh Abdul Qadir al-Jailani berjalan ke arah sungai Tigris, mereka bergegas ke sana. Setibanya di sana, mereka melihat Syaikh Abdul Qadir al-Jailani berjalan di permukaan sungai. Mereka melihat semua ikan muncul di permukaan dan menyalami Syaikh Abdul Qadir al-Jailani.

Peristiwa ini terjadi pada waktu Dzuhur. Mereka melihat permadani luas terhampar di atas kepala mereka, dan menutupi angkasa. Pada permadani itu tertulis ayat dengan tinta emas dan perak: “Ingatlah, sesungguhnya para wali Allah itu tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati.” (QS. Yunus ayat 62). “Para malaikat berkata: “Apakah kamu merasa heran tentang ketetapan Allah? (Itu) rahmat Allah dan keberkahanNya, dicurahkan atasmu hai Ahlul Bait. Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah.” (QS. Hud ayat 37).

Bersambung…

Sya’roni As-Samfuriy, Tegal 08 Oktober 2013

Keterangan foto: Prof. KH. Syukron Ma’mun bersama Prof. Dr. Syaikh Afifuddin al-Jailani (cucu ke-16 Syaikh Abdul Qadir al-Jailani).